Pertapa Muda dan Kepiting

Kali ini Saya akan berbagi tentang Pertapa Muda dan Kepiting kepada teman-teman Artikel Ini Bertujuan Untuk Menambahkan Wawasan Kita Tentang Pertapa Muda dan Kepiting Jika Teman-Teman Suka Dengan Pertapa Muda dan Kepiting silahkan berbagi kepada teman-teman yg lainnya Ya udah Langsung saja Membaca Pertapa Muda dan Kepiting ke TKP
Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa
muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai.
Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian
pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar
tidak beraturan.

Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera
melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal.
Ternyata, di sana tampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga
tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Karena itu, ia segera
mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya. Melihat
tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa
muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi
hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.

Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya. Belum lama
bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang
sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami
kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan
tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi
membantunya.

Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus
lagi. Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya
makin membengkak karena jepitan capit kepiting.

Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang
menghampiri dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu
menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi
menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu
hingga sobek seperti itu?"

"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang
benda. Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Maka,
saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa
menolong nyawa makhluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting,"
jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih
sikap belas kasihnya dengan baik.

Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut
sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang
terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap
ranting itu dengan capitnya. "Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan
sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan
kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk
lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri.
Ranting pun bisa kita manfaatkan, betul kan?"

Seketika itu, si pemuda tersadar. "Terima kasih, Paman. Hari ini
saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai
dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat
kebijaksanaan yang Paman ajarkan."

Pembaca yang budiman,
Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang
lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada
anak kita, orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun.
Tetapi, kalau cara kita salah, sering kali perhatian atau bantuan
yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi
bumerang. Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar
berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang
tidak perlu.

Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya
diberikan dengan cara yang tepat dan bijak. Dengan begitu, bantuan
itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu,
tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita
yang membantu.

Salam sukses luar biasa!!!
Andrie Wongso

Sumber: Pertapa Muda dan Kepiting oleh Andrie Wongso

Inner Freedom

Kali ini Saya akan berbagi tentang Inner Freedom kepada teman-teman Artikel Ini Bertujuan Untuk Menambahkan Wawasan Kita Tentang Inner Freedom Jika Teman-Teman Suka Dengan Inner Freedom silahkan berbagi kepada teman-teman yg lainnya Ya udah Langsung saja Membaca Inner Freedom ke TKP
Your mind creates and receives thoughts all the time. Sometimes
these thoughts are positive and some may be negative.

These thoughts may also lead to worry, unhappiness and fear. When
this happens, there is no peace of mind. When there is no peace of
mind you do not have inner freedom.

You may live in a free country, yet you may not be free. Real
freedom means to be above thoughts. It means becoming the master of
your mind. It is being able to think and accept into your mind only
the thoughts of your choice, and when there is no need to think, you
just stop thinking.

You switch off the engine of your car when you arrive to your
destination, because there is no necessity for it to keep on
running. Why not do the same with the mind (relaxing the mind)?

Imagine a state when your mind is calm. In this state you become
conscious of your inner self and know who you are. You feel your
inner power.

With the help of concentration, meditation, detachment, calmness,
and the ability to filter and sift thoughts, without getting
involved and swept by them, it is possible to reach and live in real
and true freedom.

Komentar Lukisan

Kali ini Saya akan berbagi tentang Komentar Lukisan kepada teman-teman Artikel Ini Bertujuan Untuk Menambahkan Wawasan Kita Tentang Komentar Lukisan Jika Teman-Teman Suka Dengan Komentar Lukisan silahkan berbagi kepada teman-teman yg lainnya Ya udah Langsung saja Membaca Komentar Lukisan ke TKP
Alkisah, ada seorang pelukis terkenal. Hasil lukisannya banyak
menghiasi dinding rumah orang-orang kaya. Si pelukis dikenal dengan
kehalusan, ketelitian, keindahan, dan kemampuan memerhatikan detail
objek yang digambarnya. Karena itu, pesanan lukisannya tidak pernah
berhenti dari para kolektor maupun pecinta barang-barang seni.

Suatu hari, setelah menyelesaikan sebuah lukisan, si pelukis merasa
sangat puas dengan hasil lukisannya. Menurut pandangannya, lukisan
itu sempurna. Maka, dia lantas bermaksud mengadakan pameran lukisan
agar orang-orang dapat menikmati, serta mengagumi keindahan dan
kehebatannya.

Saat pameran, si pelukis meletakkan sebuah buku di dekat lukisan
dengan sebuah tulisan: "Yang terhormat, para pecinta dan penikmat
seni. Setelah melihat dan menikmati lukisan ini, silakan isi di buku
ini komentar Anda tentang kelemahan dan kekurangannya. Terima kasih
atas waktu dan komentar Anda."

Pengunjung pun silih berganti mengisi buku itu. Setelah beberapa
hari, si pelukis pun membaca buku berisi komentar pengunjung pameran
dan dia merasa kecewa sekali dengan banyaknya catatan kelemahan yang
diberikan. "Orang-orang ini memang tidak mengerti indahnya lukisan
ini. Berani-beraninya mereka mengkritik!" batin si pelukis.

Dalam hati, dia tetap yakin bahwa lukisannya itu sangat bagus. Maka,
untuk itu dia ingin menguji sekali lagi komentar orang lain, tetapi
dengan metode yang berbeda. Untuk itu, ia membuat pameran sekali
lagi, namun di tempat yang berbeda. Kali ini, ia juga menyertakan
sebuah buku untuk diisi oleh pengunjung yang melihat lukisannya.
Tetapi kali ini, penikmat lukisannya tidak dimintai komentar
kelemahan, namun untuk memberikan komentar tentang kekuatan dan
keindahan lukisan itu.

Setelah beberapa hari, si pelukis kembali membaca buku komentar
pengunjung. Kali ini, dia tersenyum senang setelah membacanya. Jika
pengunjung yang terdahulu mengkritik dan melihat kelemahannya, maka
komentar yang didapatkannya kali ini berisi banyak pujian dan
kekaguman atas lukisan yang dibuatnya. Bahkan, banyak dari hal-hal
yang dikritik waktu itu, sekarang justru dipuji.

Dari kedua pameran lukisan yang diadakannya, si pelukis mendapatkan
sebuah pembelajaran bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apa
pun yang kita kerjakan, sehebat, dan sesempurna apa pun menurut
kita, ternyata di mata orang lain, ada saja kelemahan dan
kritikannya. Namun, pastilah ada juga yang memuji dan menyukainya.
Jadi, tidak perlu marah dan berkecil hati terhadap komentar orang
lain. Asalkan kita mengerjakan semua pekerjaan dengan sungguh-
sungguh dan dilandasi niat baik, itulah persembahan terbaik bagi
diri kita sendiri.

Pembaca yang budiman,
Memang, kehidupan di dunia ini tidak ada yang sempurna, (mei yu sek
jien sek me). Apa yang kita pikirkan, yang kita yakini, yang kita
kerjakan, dan yang kita hasilkan, pasti selalu ada sisi pro dan
kontra. Maka, kalau kita bersikukuh dengan sesuatu yang kita miliki
dan kita yakini, maka hal tersebut bisa jadi justru mendatangkan
masalah, konflik, atau bahkan rasa antipati. Tentu, jika itu yang
terjadi, akan membuat kita tidak bahagia,

Namun, jika kita mampu menghargai setiap perbedaan sebagai hak asasi
setiap insan, maka akan timbul keselarasan dan keharmonisan. Jika
kita bisa menerapkan toleransi dan saling menghargai, maka ke mana
pun kita pergi, dengan siapa pun kita bergaul, akan selalu ada
tempat yang nyaman dan damai buat kita sehingga kebahagiaan selalu
kita rasakan.

Salam sukses Luar Biasa!!!

Sumber: Komentar Lukisan oleh Andrie Wongso